Aku masih tak percaya pada kejadian yang kualami dua hari terakhir. Kemarin pagi aku diberi kabar, bahwa Indah sahabatku kecelakaan ketika menuju kampus dan meninggal di tempat kejadian. Tak ada kata-kata yang mampu menggambarkan perasaanku demi mendengar kabar itu. Tanpa disengaja, cairan bening mengalir dari kedua kelopak mataku. Tuhan, aku baru saja saling berbagi kabar dengannya selama tiga bulan terakhir setelah sebelas tahun dipisahkan secara paksa oleh keadaan, dan kini aku dipaksa kembali berpisah dengannya oleh maut.
Indah adalah sahabat terbaikku, bahkan kuanggap sebagai saudaraku sendiri. Dia yang menjengukku ketika aku sakit, mengantarku pulang jika aku mimisan di sekolah, dan membantuku mengerjakan pekerjaan rumah. Aku ingat ketika aku, Indah dan teman-teman yang lain menangkap capung di perkebunan milik PT. IFA BPTG, aku tak berani menyeberangi jurang yang hanya dihubungkan oleh sebatang akasia tua berlumut. Dari sekian banyak temanku, hanya Indah yang rela berbalik menjemput dan menuntunku menyeberangi jurang itu. Itulah Indah, tangannya selalu terulur bagi siapa saja yang membutuhkan pertolongan. Tapi itu semua dulu.
Dan kini Tuhan, aku tertunduk tak berdaya di depan gundukan tanah merah yang di atasnya tertancap sekeping papan bertuliskan nama sahabatku. Dan untuk yang kesekian kalinya aku dipisahkan dengan orang yang aku sayang di saat aku tengah merajut kebahagiaan bersamanya. Aku memang merencanakan pertemuan dengan dia, tapi bukan pertemun seperti ini yang aku harapkan. Untuk hal seperti ini, aku membenci kenyataan bahwa di dunia ini tak ada yang abadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar