Sabtu, 30 April 2011

SISI GELAP NEGERIKU


Indonesia. Menurut cerita yang beredar, adalah negeri yang makmur, subur, aman, adil, dan indah. Tapi tahukah kau kawan? Hal itu tak ubah separti dongeng belaka, yang semuanya terjadi pada zaman dahulu kala. Tapi kupikir tidak juga, dahulu kala pun itu hanya tetap dongeng. Dongeng sebelum tidur bagi anak-anak pribumi melarat.
Katanya negeriku negeri yang subur, bahkan tanaman dapat tumbuh tanpa di tanam, tapi kenapa di negeri yang subur ini justru banyak anak-anaknya mati kelaparan? Busung lapar bukanlah hal yang aneh. Ada keluarga yang hanya makan daging setahun sekali, yakni ketika lebaran. Itu belum seberapa kawan, ada pula yang sama sekali tidak mampu membeli daging, dan menjadikan ulat pisang, cangkilung (ulat yang hidup di dalam bambu), sebagai lauk. Ada yang lebih menyedihkan, di salah satu sudut negeriku, ada perkampungan yang bahkan tak mampu membeli beras dan hanya makan ubi setiap harinya. Tapi, itu masih belum setragis yang satu ini kawan. Ada sebuah atau mungkin beberapa keluarga yang sama sekali tak mampu membeli ubi, beras, apalagi daging. Tahukah kau kawan apa yang dimakannya sehari-hari? Tanah. Ya kawan, tanah. Tanah yang mereka gali, mereka padatkan, mereka iris tipis-tipis, mereka bakar, lalu mereka makan.
Katanya negeriku negeri yang aman. Tapi nyatanya, teroris mewabah bak ulat bulu yang memenuhi pulau Jawa, bahkan telah merambah pula ke pulau Sumatra. Mati satu tumbuh seribu. Hipnotis adalah media tercanggih untuk mencari kekayaan dengan cara yang praktis. Bahkan baru-baru ini ada fenomena “Cuci Otak” yang bertujuan untuk membangun NII.
Katanya negeriku negeri yang indah. Tapi nyatanya negeriku tak lebih dari neraka yang dibentuk oleh penghuninya sendiri. Sungai tak lagi berwarna biru jernih, telah menjelma jadi air bah raksasa berwarna hitam pekat. Hutan tak lagi asri kawan, di sana sini terasa gersang, entah kemana label “hutan tropis” yang dulu pernah disandang. Banjir, tsunami, gempa, gunung merapi, telah menyapu rumah-rumah saudaraku, entah kemana negeriku yang indah dulu.
Katanya negeriku negeri yang adil. Tapi nyatanya tidak demikian. Rakyat miskin melarat tak pernah diperlakukan dengan adil. Bukan susu mahal bermerek yang didapat oleh anak-anak miskin di negeriku, melainkan nasi aking yang di dapat dari hasil mengais sampah. Sementara itu kaum elit, dengan mudahnya membuang-buang makanan tanpa pernah berpikir bahwa di luar pagar besi dan gerbang indah berukir miliknya ada orang yang kelaparan. Hukum tak berlaku bagi orang-orang  besar yang mampu membeli hukum itu sendiri. Entah kemana keadilan yang digembar-gemborkan itu kawan, nyatanya, di negeriku masih berkeliaran tikus-tikus buncit tak tahu diri. Bahkan ia berani melenggang di depan kucing yang bisa saja memangsanya habis-habisan. Tapi si kucing malah membiarkannya kabur membawa harta rakyat menuju sarang baru yang ia anggap aman untuk bersembunyi. Rupa-rupanya kawan, kucing-kucing di negeriku telah disumbat mulutnya oleh tikus keparat dengan uang yang tanpa mereka sadari adalah nilai atas harga diri mereka sendiri.
 Katanya negeriku negeri yang damai. Nyatanya kerusuhan selalu terjadi dimana-mana. Membela agama menjadi alasan untuk membakar, membunuh dan merenggut hidup-hidup nyawa yang seharusnya hanya berhak direnggut oleh sang khalik. Lucunya,mereka seenaknya membenarkan perbuatan tersebut. Padahal tak ada satu agama pun yang membenarkan kekerasan. Demo anarkis mahasiswa adalah hal yang lumrah di sini kawan. Mahasiswa dikatakan tidak punya aturan, karena selalu mendatangkan kerusuhan. Bagaimana tidak kawan, demo anarkis siswa saja tidak mereka pedulikan, apalagi demo dengan cara baik-baik yang mengikuti aturan.
Katanya negeriku negeri demokrasi, rakyat adalah raja, dan pepimpin bertugas melayani rakyat. Nyatanya rakyat hanya dianggap raja ketika kampanye dan pemilihan, di mana suara rakyat akan menentukan terpilih tidaknya seorang calon pemimpin. Tapi ketika telah terpilih, tak satu pun suara rakyat yang diindahkan. Para pemimpin menutup mata dan telinga dari pahit dan tragisnya hidup yang dialami rakyat melarat.
Itulah sekelumit kenyataan tragis yang terjadi di negeriku yang mampu aku gambarkan kawan. Kau boleh datang sendiri ke sini jika ingin menyaksikan secara langsung ceritaku. Terkadang aku berpikir, wajar jika negeri ini tak lagi indah, aman, dan damai, sebab rasa simpati dan peduli kepada sesama di negeriku telah berada pada taraf krisis. Ironisnya kawan, alasan terbesar rakyat di negeriku melakukan kejahatan hanya untuk alasan perut. Cara halal dan baik-baik tidak sepenuhnya bisa menjamin kelangsungan hidup mereka, maka cara kotor dan haram pun akan dilakukan, asal mampu hidup lebih lama di neraka dunia ini.


Catatan : hanyalah sebagian dari kenyataan yang aku lihat dan alami. Meskipun di satu sisi, Indonesia mungkin masih layak untuk dibanggakan akan keindahannya dibanding negara-nagara yang saat ini sedang mengalami gejolak sosial dan krisis yang hebat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar